Gambar diatas adalah ilustrasi dari pesawat R-80
Saat ini ada 15 anak bangsa yang mendesain pesawat tersebut. Mereka adalah bekas karyawan PT Dirgantara Indonesia yang memiliki pengalaman lebih 20 tahun dan sempat bekerja di Boeing atau Airbus.
Pesawat R-80 itu sudah dipesan oleh salah satu maskapai penerbangan nasional sejumlah 100 unit.
R-80 merupakan pengembangan dari N250 yang dibuat Habibie dan sempat diperkenalkan pada 1997 sebelum Indonesia mengalami krisis.Pesawat itu didesain untuk jarak tempuh kurang dari 600 kilometer, karena itu dapat dipastikan akan semakin irit bahan bakar."Alat transportasi yang cocok untuk Indonesia memang pesawat. Berkat kerja keras kami, maskapai nasional sangat mempercayai dan sudah memesan 100 unit," katanya.Pada 2012 jumlah penumpang pesawat Indonesia mencapai 71 juta orang. Angka tersebut masih tergolong minim jika dibanding dengan jumlah penduduk Indonesia yang melebihi 230 juta jiwa.
"Dengan R-80 maka akan semakin banyak masyarakat yang bisa menikmati perjalanan dengan pesawat terbang," kata Habibie.
Selain membuat pesawat, Habibie juga berencana membangun pusat perawatan pesawat (MRO/Maintenance, Repair, Overhaul) di kawasan Bandara Internasional Hang Nadim Batam di atas lahan seluas 62 hektar.
Nilai investasi dari perusahaan perawatan pesawat tersebut mencapai sekitar 200 juta dolar AS dan akan menyerap sekitar 4 ribu tenaga kerja.Pembangunan area pengembangan MRO tersebut untuk melayani perbaikan/perawatan pesawat maskapai nasional yang selama ini sekitar 70 persen masih dilakukan di luar negeri. (Ant/DS)
"S-3 konstruksi pesawat terbang 28 tahun di
Jerman. Di tempatnya Teodhore Von Karman, guru besar yang pertama dalam
konstruksi pesawat terbang, yang mendirikan NASA. Saya asisten di situ, dan
bisa dibaca di Google," kisah dia.
Lepas menyelesaikan pendidikan, Habibie bekerja untuk sebuah perusahaan di Hamburg, di mana ia pernah menjadi direktur dan executive vice president. "Di situ lahir Airbus, yang sekarang membuat A-380 di situ. Waktu saya mulai ke situ 3.000 (karyawan), waktu saya tinggalkan 4.500, sekarang 16.000. Saudara-saudara, waktu 'nanjak' begini saya tiba-tiba disuruh pulang untuk membangun industri pesawat terbang jadi industri strategis," kenang Habibie.
"Dan saya ditugaskan membangun industri strategis. Tidak banyak yang tahu waktu saya jadi wakil presiden terpilih, saya harus meletakkan jabatan-jabatan yang saya miliki, dan industri stategis yang saya pimpin itu memiliki 48.000 karyawan dan turnover 10 miliar dollar AS," lanjut dia.
Seusai pemilu, Habibie mengatakan bersedia melanjutkan kepemimpinan Indonesia, jika pertanggungjawabannya diakui. Jika tidak, lanjutnya, ia memberikan posisi kepresidenan kepada orang lain. "Belum lagi saya bicara tuntas, saya tidak diterima. Tapi tidak mengapa," tuturnya.
"Saya sampaikan kepada yang ganti, perhatikan dua hal. Satu, jangan lemahkan TNI karena itu adalah tulang punggung perjuangan bangsa Indonesia. Dua, jangan korek-korek industri strategis karena industri strategis adalah keinginan seluruh bangsa Indonesia sejak kemerdekaan. Putra putra terbaik yang memberikan apa saja yang dia miliki," tuturnya.
Namun, tiba-tiba industri strategis tersebut dibubarkan. "Saya sampai bilang ke Ibu Ainun 'Is that the price I have to pay to get my freedom? Kita akan kembali dan bangkit melaksanakan perjuangan yang sementara terhenti'," kenangnya.
Kini, di hadapan direksi NAM Air, direksi Sriwijaya Air, dan Kementerian Perhubungan, Habibie mengatakan memanjatkan doa, dan bersyukur karena ada yang meneruskan perjuangan membangun industri strategis.
"Saya ini orang tua, usia saya 77 tahun tapi semangat saya sama seperti waktu saya umur 17 tahun. Dan semangat ini saya temukan kembali pada yang hadir di sini anak-anak intelektual saya, cucu-cucu intelektual saya. Saya yang mewakili generasi yang fading out, melihat ini semua saya bersyukur," ucap Habibie.
Lepas menyelesaikan pendidikan, Habibie bekerja untuk sebuah perusahaan di Hamburg, di mana ia pernah menjadi direktur dan executive vice president. "Di situ lahir Airbus, yang sekarang membuat A-380 di situ. Waktu saya mulai ke situ 3.000 (karyawan), waktu saya tinggalkan 4.500, sekarang 16.000. Saudara-saudara, waktu 'nanjak' begini saya tiba-tiba disuruh pulang untuk membangun industri pesawat terbang jadi industri strategis," kenang Habibie.
"Dan saya ditugaskan membangun industri strategis. Tidak banyak yang tahu waktu saya jadi wakil presiden terpilih, saya harus meletakkan jabatan-jabatan yang saya miliki, dan industri stategis yang saya pimpin itu memiliki 48.000 karyawan dan turnover 10 miliar dollar AS," lanjut dia.
Seusai pemilu, Habibie mengatakan bersedia melanjutkan kepemimpinan Indonesia, jika pertanggungjawabannya diakui. Jika tidak, lanjutnya, ia memberikan posisi kepresidenan kepada orang lain. "Belum lagi saya bicara tuntas, saya tidak diterima. Tapi tidak mengapa," tuturnya.
"Saya sampaikan kepada yang ganti, perhatikan dua hal. Satu, jangan lemahkan TNI karena itu adalah tulang punggung perjuangan bangsa Indonesia. Dua, jangan korek-korek industri strategis karena industri strategis adalah keinginan seluruh bangsa Indonesia sejak kemerdekaan. Putra putra terbaik yang memberikan apa saja yang dia miliki," tuturnya.
Namun, tiba-tiba industri strategis tersebut dibubarkan. "Saya sampai bilang ke Ibu Ainun 'Is that the price I have to pay to get my freedom? Kita akan kembali dan bangkit melaksanakan perjuangan yang sementara terhenti'," kenangnya.
Kini, di hadapan direksi NAM Air, direksi Sriwijaya Air, dan Kementerian Perhubungan, Habibie mengatakan memanjatkan doa, dan bersyukur karena ada yang meneruskan perjuangan membangun industri strategis.
"Saya ini orang tua, usia saya 77 tahun tapi semangat saya sama seperti waktu saya umur 17 tahun. Dan semangat ini saya temukan kembali pada yang hadir di sini anak-anak intelektual saya, cucu-cucu intelektual saya. Saya yang mewakili generasi yang fading out, melihat ini semua saya bersyukur," ucap Habibie.
Sumber: KOMPAS.com
No comments:
Post a Comment